Asuhan Keperawatan Emfisema

A. DEFENISI
Emfisema merupakan suatu keadaan pengembangan paru dengan udara berlebihan (erasi berlebihan) yang mengakibatkan pelebaran atau pecahnya alveolus.
Emfisema adalah suatu perubahan anatomis paru-paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara sebelum distal bronkus terminal disertai dengan kerusakan dinding alveolus.
Beberapa ahli telah mendefinisikan enfisema sebagai berikut :
1. Emfisema merupakan keadaan dimana alveoli menjadi kaku mengembang dan terus menerus terisi udara walaupun setelah ekspirasi (KusIrianto.2004).
2. Emfisema merupakan morfologik didefisiensi sebagai pembesaran abnormal ruang-ruang udara distal dari bronkiolus terminal dengan desruksi dindingnya (Robbins.1994).
3. Emfisema adalah penyakit obtruktif kronik akibat kurangnya elastisitas paru dan luas permukaan alveoli (Corwin.2000).

B. ETIOLOGI
Beberapa hal yang dapat menyebabkan emfisema paru yaitu :
1. Rokok
Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus.
2. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
3. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema.
4. Genetik
Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.
5. Paparan Debu
C. PEMERIKSAAN FISIK
 Pada inspeksi: bentuk dada ‘burrel chest’
 Pada perkusi: hiperesonans dan penurunan fremitus pada seluruh bidang paru.
 Pada palpasi: penggunaan otot bantu pernapasan (mis. Meninggikan bahu, retraksi fosa supraklafikula, melebarkan hidung).
 Pada auskultasi: terdengar bunyi napas dengan krekels, ronki, dan perpanjangan ekspirasi
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Batuk
2. Sputum putih, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3. Sesak sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan
4. Nafas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
5. Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, membungkuk
6. Bibir tampak kebiruan
7. Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
8. Batuk menahun 
E. PATOFISIOLOGI
Pada emfisema, beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu; inflamasi dan pembengkakan bronkhi; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronchiolus serta distribusi udara ke alveoli yang berfungsi.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih, dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian tau seluruh paru.
Pengisian udara berlebihan dengan obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang bertambah di sebelah distal dari alveolus.
Pada emfisema terjadi penyempitan saluran nafas, penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan sesak, penyempitan saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru.
Terdapat 4 perubahan patologik yang dapat timbul pada klien emfisema, yaitu :
1. Hilangnya elastisitas paru.
Protease (enzim paru) merubah atau merusakkan alveoli dan saluran nafas kecil dengan jalan merusakkan serabut elastin. Akibat hal tersebut, kantung alveolar kehilangan elastisitasnya dan jalan nafas kecil menjadi kollaps atau menyempit. Beberapa alveoli rusak dan yang lainnya mungkin dapat menjadi membesar.
2. Hyperinflation Paru
Pembesaran alveoli mencegah paru-paru untuk kembali kepada posisi istirahat normal selama ekspirasi.
3. Terbentuknya Bullae
Dinding alveolar membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae (ruangan tempat udara) yang dapat dilihat pada pemeriksaan X-ray.
4. Kollaps jalan nafas kecil dan udara terperangkap
Ketika klien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratorak akan menyebabkan kollapsnya jalan nafas.
F. PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan
 Tidak merokok
 Menghindari debu maupun asap polutan lain
2. Terapi Medis
 Derivat xantin
Sejak dulu obat golongan teofilin sering digunakan pada pasien emfisema
 β2 golongan agonis
Obat ini menimbulkan bronkodilatasi, obat yang tergolong β2 agonis adalah terbutalin, metaproterenol dan albuterol.
 Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghambat reseptor kolinergik sehingga menekan enzim guanilsiklase.
 Kortikosteroid
Manfaat kortikosteroid pada pengobatan obstruksi jalan nafas pada emfisema masih diperdebatkan, obat yang termasuk di dalamnya adalah dexametason, prednison dan prednisolon.
 Ekspektoran dan mukolitik
Usaha untuk mengurangi dan mengeluarkan mukus merupakan yang utama dan penting pada pengelolaan emfisema. Ekspektoran dan mukolitik yang biasa dipakai adalah bronhoksin dan karboksi metil sistein diberikan pada keadaan eksaserbasi.
 Antibiotik
Penanganan infeksi yang cepat dan tepat sangat perlu dalam penatalaksanaan penyakit. Antibiotik yang bermanfaat adalah golongan penisilin, eritromisin, kotrimoksazol, biasanya diberikan 7-10 hari.
3. Terapi Oksigen
Pemberian oksigen konsentrasi rendah 1-3 liter/menit secara terus menerus memberikan perbaikan psikis, koordinasi obat dan toleransi beban kerja.
4. Latihan Fisik
 Latihan fisik yang biasa dilakukan Memutar badan ke kiri dan ke kanan dilanjutkan membungkuk ke depan dan belakang
 Latihan dilakukan 5-30 menit selama 15-30 menit selama 4-7 hari/minggu
 Dapat juga dilakukan olahraga ringan naik turun tangga
5. Rehabilitasi
Misalnya bila istirahat lebih baik duduk daripada berdiri atau dalam melakukan pekerjaan harus lambat tetapi teratur
6. Fisioterapi
 Postural Drainase
Salah satu tehnik membersihkan jalan nafas akibat akumulasi sekresi dengan cara penderita diatur dalam berbagai posisi untuk mengluarkan sputum dengan bantuan gaya gravitasi
 Breathing Exercise
Dimulai dengan menarik nafas melalui hidung dengan mulut tertutup kemudian menghembuskan nafas melalui bibir dengan mulu mencucu. Posisi yang dapat digunakan adalah tidur terlentang dengan kedua lutut atau kaki ditinggikan, duduk di kursi atau tempat tidur, bisa juga dilakukan dengan berdiri. Tujuannya untuk memperbaiki ventilasi alveoli, menurunkan pekerjaan pernafasan, meningkatkan efisiensi batuk, mengatur kecepatan pernafasan, mendapatkan relaksasi otot-otot dada dan bahu dalam sikap normal dan memelihara pergerakan dada
 Latihan Batuk
Merupakan cara yang paling efektif untuk membersihkan laring, trakhea dan bronkioli dari sekret atau benda asing
 Latihan Relaksasi

Komentar