Askep : LAPORAN PENDAHULUAN OSTEOPOROSIS


LAPORAN PENDAHULUAN
OSTEOPOROSIS
I.     KONSEP MEDIS
A.       Defenisi
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porousosteo artinya tulang, dan porousberarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali, 1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001,  National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah (Sudoyo, 2009).

B.       Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.
Diperkirakan lebih 200 juta orang diseluruh dunia terkena osteoporosis , sepertiganya terjadi pada usia 60-70 th, 2/3nya terjadi pada usia lebih 80 th. Diperkirakan 30% dari wanita di atas usia 50 th mendapat 1 atau lebih patah tulang vertabra. Diperkirakan 1 dari 5 pria di atas 50 th mendapat patah tulang akibat osteoporosis dalam hidupnya. Angka kematian 5 tahun pertama meningkat sekitar 20 % pada patah tulang nertebra maupun panggul.
Di Amerika pada tahun 1995 pata tulang aibat osteoporosis menduduki peringkat 1 dibanding penyakit lain, jumlah 1,5 juta pertahun dengan patah tulang vertebra terbanyak (750 ribu),hip(250 ribu), wrist(250 ribu), fraktur lain ( 250 ribu),dengan anggaran meningkat sebesar 13,8 miliar dollarpertahun(kebanyakan biaya untuk patah tulang hip sebesar 8,7 miliar dollar. Bahkan diperkirakan insiden patah tulang hip meningkat bermakna 240% pada wanita dan 320% pada pria. Perkiraan pada tahun 2050 menjadi 6,3 juta terbanyak di asia.
C.       Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.
D.       Etiologi
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
1.    Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum menopause dan terus  berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
2.    Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang (osteoklas) dan pembentukan tulang baru(osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan pasca menopause.
3.    Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obat-obatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
4.    Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang
E.       Klasifikasi
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1)        Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2)        Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
F.        Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1.    Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2.    Nyeri timbul mendadak.
3.    Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4.    Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5.    Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6.    Deformitas vertebra thorakalis (Penurunan tinggi badan)
G.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut
1.    Determinan Massa Tulang
a.    Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun terhadap fraktur karena osteoporosis.
b.    Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c.    Faktor makanan dan hormone
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan genetiknya.
2.      Determinan penurunan Massa Tulang
a.    Faktor genetik
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b.    Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi  hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya  usia.
c.    Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d.   Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e.    Estrogen
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f.     Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g.    Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu  dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti.
H.       Pemeriksaan Diagnostik
a.    Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran picture-frame vertebra.
b.    Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral Density ) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1.    Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2.    Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan vetrebrata.
3.    Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara volimetrik.
c.    Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d.   Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e.    Biopsi tulang dan Histomorfometri
f.     Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
g.    Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang sering ditemukan. Lemahnya korpus vertebra menyebabkan penonjolan yang menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan deformitas bikonkaf.
h.    CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm3baisanya tidak menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65 mg/cmada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
i.      Pemeriksaan Laboratorium
1.    Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
2.    Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen merangsang pembentukkan Ct)
3.    Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
4.    Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
I.          Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pengobatan
1.    Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2.    Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
Penatalaksanaan keperawatan
1.    Membantu klien mengatasi nyeri.
2.    Membantu klien dalam mobilitas.
3.    Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
4.    Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera.
J.         Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1.    Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2.    Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a.    Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b.    Latihan teratur setiap hari
c.    Hindari :
1.    Makanan tinggi protein
2.    Minum alkohol
3.    Merokok
4.    Minum kopi
5.    Minum antasida yang mengandung aluminium
K.      Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan frakturcolles pada pergelangan tangan
L.       Prognosis
Kondisi kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita. Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan mengganggu pernafasan.


















II.          Konsep Keperawatan
1.    Pengkajian
1)   Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a.    Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
b.    Kebiasaan minum alkohol, kafein
c.    Riwayat keluarga dengan osteoporosis
d.   Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
e.    Penggunaan steroid
2)   Pola nutrisi metabolic
Inadekuat intake kalsium
3)   Pola aktivitas dan latihan
a.    Fraktur
b.    Badan bungkuk
c.    Jarang berolah raga
4)   Pola tidur dan istirahat
Tidur terganggu karena nyeri
5)   Pola persepsi kognitif
Nyeri punggung
6)   Pola reproduksi seksualitas
Menopause
7)   Pola mekanisme koping terhadap stress
Stres, cemas karena penyakitnya
2.    Diagnosa Keperawatan
1)   Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
2)   Nyeri b.d adanya fraktur
3)   Konstipasi b.d imobilitas
4)   Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
3.    Perencanaan
1)   Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Intervensi:
Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas  bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan fraktur
Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia
Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan  cegah klien dari pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan  yang  keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh, porus dan kehilangan kalsium.
Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan  tidak mengangkat beban yang berat.
R/.  Gerakan tubuh yang cepat  dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien dengan osteoporosis
Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat  pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine; alkohol   berlebihan meningkatkan asidosis,  meningkatkan reabsorpsi tulang.
Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis
2)   Nyeri b.d adanya fraktur
HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri berkurang sampai hilang.
Intervensi:
1)   Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
2)   Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
3)   Beri kasur  padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
4)   Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
5)   Berikan kompres hangat  intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
6)   Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan  tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
7)   Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
8)   Pasang  korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
9)   Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
10)         Opioid  oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.
3)   Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
1)   Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
2)   b.    Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
3)   Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
4)   Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena  bila terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka  pasien dapat mengalami ileus.
5)   Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi
4)   Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan program tindakan
Intervensi:
1)   Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
2)   Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3)   Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4)   Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
5)   Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai dapat  meminimalkan efek oesteoporosis.
6)   Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.













DAFTAR PUSTAKA

Junaidi, I, 2007. Osteoporosis - Seri Kesehatan Populer. Cetakan Kedua, Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer.
Lippincott dkk. 2011. Nursing Memahami Berbagai Macam Penyakit. Jakarta : PT Indeks.
Lukman & Nurna Ningsih.2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Muskolokeletal. Jakarta : Salemba Medika.
Sudoyo, Aru dkk. 2009. Buku Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3 Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing.
Suryati, A, Nuraini, S. 2006. Faktor Spesifik Penyebab Penyakit Osteoporosis Pada Sekelompok Osteoporosis Di RSIJ, 2005Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.2, No.2, Juli 2006:107-126
Tandra, H. 2009. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Osteoporosis Mengenal, Mengatasi dan Mencegah Tulang KeroposJakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.












Komentar