Asuhan Keprawatan Ikterik pada Bayi

Askep ikteri pada Bayi-Sewaktu bayi  masih berada dalam rahim (masih dalam bentuk janin), maka tugas membuang bilirubin dari darah janin dilakukan oleh plasenta. Hati/liver si janin tidak perlu membuang bilirubin.
Ketika bayi sudah lahir, maka tugas ini langsung diambil alih oleh hati/liver-nya. Karena liver-nya belum   terbiasa melakukannya, maka jangan kaget jika ternyata ia memerlukan beberapa minggu untuk penyesuaian.
Selama liver bayi  bekerja keras untuk menghilangkan bilirubin dari darahnya, tentu saja jumlah bilirubin yang tersisa akan terus menumpuk di tubuhnya. Karena bilirubin berwarna kuning, maka jika jumlahnya sangat banyak, ia dapat “menodai” kulit dan jaringan-jaringan tubuh lainnya yang dimiliki oleh bayi Anda.
Hiperbilirubinemia merupakan kenaikan tingkat bilirubin pada bayi. Ketika tubuh bayi mengganti sel-sel darah merah dan jaringan tubuh lainnya dengan yang baru, maka hasil pembuangan dari proses ini biasanya akan dihilangkan oleh hati/liver. Bilirubin termasuk salah satu hasil pembuangan tersebut.
ikteri pada Bayi/Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin. Askep ikteri pada Bayi


Metabolisme Bilirubin Askep ikteri pada Bayi
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus.
Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa ke hepar. Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi persnyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10 mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan. Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut ikterus fisiologik.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh t3, misal kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
1. Produksi yang berlebihan
Melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PADA, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
2. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
3. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
Patofisiologi Askep ikteri pada Bayi
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik. Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia, ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
  • Prognosis baik jika pasien mendapat penanganan berdasarkan pedoman.
  • Kerusakan otak akibat kernikterus tetap menjadi risiko, dan insiden meningkat jelas kernikterus dalam beberapa tahun terakhir mungkin karena kesalahpahaman bahwa penyakit kuning pada bayi sehat tidak berbahaya dan dapat diabaikan.
  • Orang tua harus dididik tentang ikterus neonatal dan menerima informasi tertulis sebelum pulang dari rumah sakit kelahiran. Leaflet informasi orang tua sebaiknya harus tersedia dalam beberapa bahasa
Tanda dan Gejala Askep ikteri pada Bayi
a.      Kulit tampak berwarna kuning terang sampai jingga (pada bayi dengan bilirubin indirek).
b.     Anemia
c.      Petekie
d.     Perbesaran lien dan hepar
e.      Perdarahan tertutup
f.       Gangguan nafas
g.     Gangguan sirkulasi
h.     Gangguan saraf
Penatalaksanaan Askep ikteri pada Bayi
Tujuan utama adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/ensefalopati biliaris, serta mengobati penyebab langsung ikterus. Konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukuronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau agar. Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau transfusi hikan, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar bilirubin.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping terapi sinar, antara lain: enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit (ruam gigitan kutu), gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek samping bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.
                                                                                                
MEKANISME PATOFISIOLOGIK KONDISI IKTERUS. Askep ikteri pada Bayi
Terdapat 4 mekanisme umum dimana hiperbilirubinemia danikterus dapat terjadi
  • Pembentukan bilirubin secara berlebihan.
  •   Gangguan pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati.
  • Gangguan konjugasi bilirubin.
  • Penurunan ekskresi bilirubin terkonjugasi dalam empedu akibatfaktor intra hepatik yang bersifat opbtruksi fungsional ataumekanik.

  • Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi terutama disebabkan oleh tiga mekanisme yang pertama, sedangkan mekanisme yang keempatterutama mengakibatkan terkonjugasi.

v Pembentukan Bilirubin Secara BerlebihanPenyakit hemolitik atau peningkatan kecepatan destruksisel darah merah merupakan penyebab utama dari pembentukanbilirubin yang berlebihan. Ikterus yang timbul sering disebutikterus hemolitik.
v Konjugasi dan transfer pigmen empeduberlangsungnormal, tetapi suplai bilirubin tak terkonjugasimelampaui kemampuan. Beberapa penyebab ikterus hemolitikyang sering adalah hemoglobin abnormal ( hemoglobin S padaanimea sel sabit), sel darah merah abnormal ( sterositosisherediter ), anti body dalam serum ( Rh atau autoimun ),Rantai Reaksi Bilirubin Tidak Langsung menjadi Bilirubin langsungGlukosa Heksokinase glukosa = 6 – fosfatGlukosa - 6 - fosfat { ATP ADP glukosa-1- fosfatFosfoglukomutaseGlukosa-1-1 fosfat Pp. Uridyl tranferase UDP glukosap. pUDP glikosa { UTPUDP dehydrogenaseUDP Asam glukoronikUDP asa glukoronik { 2 DPN - - - - - - - > 2 DPNH + 2 H + Bilirubin di-Glukoronyl tranferase glukoroni
v pemberian beberapa obat-obatan, dan beberapa limfoma ataupembesaran ( limpa dan peningkatan hemolisis ). Sebagaiankasus Ikterus hemolitik dapat di akibatkan oleh peningkatandestruksi sel darah merah atau prekursornya dalam sum-sumtulang ( talasemia, anemia persuisiosa, porviria ). Proses inidikenal sebagai eritropoiesis tak efektif Kadar bilirubin takterkonjugasi yang melebihi 20 mg / 100 ml pada bayi dapatmengakibatkan Kern Ikterus.
v Gangguan Pengambilan BilirubinPengambilan bilirubin tak terkonjugasi yang terikat abulminoleh sel-sel hati dilakukan dengan memisahkannya dari albumindan mengikatkan pada protein penerima. Hanya beberapa obatyang telah terbukti menunjukkan pengaruh terhadap pengambilanbilirubin oleh sel-sel hati, asam flafas pidat ( di pakai untukmengobati cacing pita ), nofobiosin, dan beberapa zat warnakolesistografik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dan Ikterusbiasanya menghilang bila obat yang menjadi penyebab dihentikan. Dahulu Ikterus Neonatal dan beberapa kasus sindrom Gilbert dianggap oleh defisiensi protein penerima dan gangguandalam pengambilan oleh hati. Namun pada kebanyakan kasus demikian, telah di temukan defisiensi glukoronil tranferasel sehingga keadaan ini terutama dianggap sebagai cacat konjugasibilirubin.
v Gangguan Konjugasi BilirubinHiperbilirubinemia tak terkonjugasi yang ringan ( < 12, 9 / 100 ml ) yang mulai terjadi pada hari ke dua sampai ke lima lahirdisebut Ikterus Fisiologis pada Neonatus. Ikterus Neonatal yangnormal ini disebabkan oleh kurang matangnya enzim glukoroniktransferase. Aktivitas glukoronil tranferase biasanya meningkatbeberapa hari setelah lahir sampai sekitar minggu ke dua, dansetelah itu Ikterus akan menghilang.Keran Ikterus atau Bilirubin enselopati timbul akibatpenimbunan Bilirubin tak terkonjugasi pada daerah basal gangliayang banyak lemak. Bila keadaan ini tidak di obati maka akanterjadi kematian atau kerusakan Neorologik berat tindakanpengobatan saat ini dilakukan pada Neonatus denganHiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah dengan fototerapi.Fototerapi berupa pemberian sinar biru atau sinarfluoresen atau ( gelombang yang panjangnya 430 sampai dengan470 nm ) pada kulit bayi yang telanjang. Penyinaran inimenyebabkan perubahan struktural Bilirubin ( foto isumerisasi )menjadi isomer-isomer yang larut dalam air, isomer ini akan diekskresikan dengan cepat ke dalam empedu tanpa harus dikonjugasi terlebih dahulu Femobarbital ( Luminal ) yang meningkataktivitas glukororil transferase sering kali dapat menghilang ikteruspada penderita ini.

  Ekskresi Bilirubin Terkonjugasieskresi bilirubin, baik yang disebabkan oleh fungsional maupun obstruksi, terutamakemih, sehingga menimbulkan bilirubin dan kemihgelap. Urobilinogen feses dan urobilinogen kemihberkurang sehingga terlihat pucat. Peningkatan kadarlainnya, seperti peningkatan kadar fostafe alkali dalamgaram-garam empedu.pada ikterus. Ikterus yang diakibatkan olehini merupakan bukti adanya ikterus kolestatik, yangnama lain dari ikterus obstruktif. Kolestasis dapatintrahepatik ( mengenai sel hati, kanalikuli, ataudaan ini terdapat gangguan niokimia)
 Manajemen bayi dengan ikterus sangat tinggi Askep ikteri pada Bayi
Banyak kasus telah dilaporkan di mana bayi telah diterima kembali ke rumah sakit dengan penyakit kuning yang ekstrim. Dalam beberapa kasus, keterlambatan signifikan telah terjadi antara waktu bayi pertama kali terlihat oleh tenaga medis dan dimulainya sebenarnya terapi yang efektif
Setiap bayi yang kembali ke rumah sakit dengan penyakit kuning yang signifikan dalam 1-2 minggu pertama lahir harus segera diprioritaskan dengan pengukuran bilirubin transkutaneous. Nilai tinggi harus menghasilkan inisiasi langsung pengobatan.
Jika alat pengukur tidak tersedia, atau jika bayi menyajikan terdapat gejala neurologis, bayi harus diletakkan di fototerapi sebagai prosedur darurat, sebaiknya dengan cepat pelacakan bayi ke NICU. Menunggu hasil laboratorium tidak diperlukan sebelum melakukan terapi tersebut karena tidak ada kontraindikasi yang valid untuk fototerapi. Rencana untuk transfusi tukar bukan merupakan argumen untuk menunda atau tidak melakukan fototerapi. Manfaat langsung dapat diperoleh dalam beberapa menit, segera setelah konversi bilirubin menjadi larut dalam air photoisomers dapat diukur
Kebutuhan hidrasi intravena pada bayi tersebut telah dibahas. Dengan tidak adanya tanda-tanda klinis dehidrasi, tidak ada bukti menunjukkan overhydration yang membantu. Jika bayi mengalami dehidrasi, hidrasi harus diberikan sebagai klinis yang ditunjukkan. Namun, jika bayi mampu mentoleransi pemberian makanan oral, hidrasi oral dengan pengganti ASI cenderung lebih unggul hidrasi intravena karena mengurangi sirkulasi enterohepatik bilirubin dan membantu “mencuci” bilirubin keluar dari usus
  

          Bayi yang telah dirawat untuk penyakit kuning neonatal dapat dilepaskan saat kita berikan makanan secara memadai dan memiliki 2 berturut-turut kadar bilirubin serum menunjukkan kecenderungan nilai-nilai yang lebih rendah.
  • Tes fungsi pendengaran, disarankan pada bayi yang memiliki penyakit kuning yang parah.
  • merekomendasikan penilaian risiko sistematis untuk risiko hiperbilirubinemia pada semua bayi . Orang tua harus diberi informasi verbal dan tertulis tentang penyakit kuning.
Perawatan Rawat Jalan Askep ikteri pada Bayi
  • Bayi baru lahir dalam 48 jam pertama kehidupan perlu diamati cermat untuk penyakit kuning dalam waktu 1-2 hari.
  • Penggunaan nomogram bilirubin jam-spesifik mungkin dapat membantu dalam memilih bayi dengan kemungkinan tinggi mengembangkan hiperbilirubinemia signifikan.
  • Tahun 2004 AAP pedoman menekankan pentingnya penilaian yang sistematis universal untuk risiko hiperbilirubinemia parah
  • Ikterus neonatal adalah salah satu alasan paling umum mengapa neonatus dibawa ke bagian gawat darurat setelah keluar dari rumah sakit kelahiran.
  • Jangka dekat bayi berisiko lebih tinggi daripada bayi panjang untuk mengembangkan penyakit kuning yang signifikan dan pantas pengawasan lebih dekat.
  • Pertanyaan tentang skrining bilirubin universal telah mendapat perhatian dan merupakan subyek perdebatan.
  • Beberapa data menunjukkan bahwa skrining predischarge bilirubin mengurangi jumlah bayi dengan penyakit kuning yang parah, serta tingkat readmissions rumah sakit
  • Orang lain telah menemukan bahwa program Home Visit dimana perawat mengunjungi rumah adalah sebuah penghematan biaya dan mencegah readmissions untuk penyakit kuning dan dehidrasi. Namun, efektivitas biaya mencegah kernikterus dengan skrining universal telah dipertanyakan
  • Pada tahun 2004 pedoman AAP penyakit kuning Maisels dkk memberikan rekomendasi yang jelas dalam mendukung skrining predischarge bilirubin, baik dengan pengukuran transkutan atau dengan analisis serum.
  • Para penulis juga menyarankan pendekatan yang lebih terstruktur untuk manajemen dan tindak lanjut sesuai dengan predischarge serum total bilirubin dan bilirubin transkutaneous (TcB) tingkat, usia kehamilan, dan faktor risiko lain untuk hiperbilirubinemia.

Faktor-faktor risiko meliputi: Askep ikteri pada Bayi
  • predischarge bilirubin total serum atau transkutaneous pengukuran bilirubin tingkat di zona berisiko tinggi atau high-intermediate-risiko
  • usia kehamilan yang lebih rendah
  • ASI eksklusif, terutama jika menyusui tidak berjalan dengan baik dan penurunan berat badan yang berlebihan
  • Kuning diamati dalam 24 jam pertama
  • Penyakit hemolitik Isoimmune atau lainnya (misalnya, G-6-PD defisiensi)
  • Riwayat saudara kandung dengan penyakit kuning
  • Cephalohematoma atau signifikan memar
  • Ras Asia Timur
Konsultasi telepon tidak dianjurkan karena laporan orang tua tidak dapat diukur dengan tepat.Baru-baru ini, bayi telah mengalami kernikterus, akibat komunikasi tidak memadai antara praktisi atau orang tua.
Ketersediaan perangkat baru untuk pengukuran transkutan dari kadar bilirubin harus memfasilitasi tindak lanjut evaluasi bayi habis sebelum 48 jam kehidupan.

Fototerapi di rumah digunakan dalam upaya untuk membatasi biaya tinggi terapi di rumah sakit. Askep ikteri pada Bayi
  • Perawatan di rumah dapat menghindari atau membatasi pemisahan orang tua-anak.
  • Perawatan di rumah harus digunakan dengan hati-hati, karena pencegahan neurotoksisitas.               Beberapa berpendapat bahwa bayi yang beresiko kerusakan neurologis tidak harus di rumahDengan strategi pengobatan efektif, durasi rata-rata fototerapi di kamar bayi neonatal rutin kurang dari 17 jam. Apakah upaya dan biaya untuk membuat terapi rumah adalah berharga masih bisa diperdebatkan. Penilaian ini mungkin berbeda di berbagai keadaan sosial ekonomi dan pembiayaan kesehatan.
  • Bayi yang telah dirawat untuk penyakit kuning hemolitik memerlukan tindak lanjut pengamatan selama beberapa pekan karena tingkat hemoglobin dapat jatuh lebih rendah dibandingkan yang terlihat pada anemia fisiologis. Transfusi eritrosit mungkin diperlukan jika bayi mengalami anemia gejala.
  • Rawat Inap Rawat Jalan & Obat-obatan Askep ikteri pada Bayi
Meskipun obat yang mempengaruhi metabolisme bilirubin telah digunakan dalam studi, obat-obatan tidak biasa digunakan dalam hiperbilirubinemia neonatal tak terkonjugasi.
Rujukan
  • Bayi yang membutuhkan transfusi tukar lahir pada atau dirawat di fasilitas tidak mampu melakukan prosedur ini harus ditransfer ke fasilitas terdekat dengan kemampuan tersebut.
  • Selain catatan lengkap, bayi harus disertai dengan sampel darah ibu karena ini dibutuhkan oleh bank darah untuk mencocokkan darah.
  • Namun, dalam menentukan rujukan serta waktu merujuk, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:
1.     Jika bayi dalam bahaya dari kernikterus, atau sudah menunjukkan tanda-tanda kompromi neurologis, dengan fototerapi yang paling efisien mungkin dalam situasi harus segera dimulai dan harus dilanjutkan sampai transfer dimulai. Jika serat optik atau jenis lain dari fototerapi secara teknis layak selama transportasi, harus terus sepanjang durasi transportasi.
2.     Jika hiperbilirubinemia adalah karena isoimunisasi golongan darah, infus immunoglobulin intravena (IVIG) pada 500 mg / kg harus segera dimulai dan terus sebelum dan selama transfer sampai selesai (2 jam).
3.     Bahkan jika rumah sakit menentukan bahwa menerima transfusi tukar harus dilakukan, terus fototerapi optimal sampai prosedur pertukaran yang sebenarnya dapat dimulai adalah penting.
4.     Jika fototerapi serat optik tersedia, bayi dapat dibiarkan di atas kasur serat optik sementara bursa dilakukan. Hidrasi oral dengan pengganti ASI dapat membantu pembersihan bilirubin dari usus, sehingga menghambat sirkulasi enterohepatik bilirubin, dan harus diberikan dengan jelas kecuali kontraindikasi oleh negara klinis bayi.
5.     Meskipun tidak satupun dari saran ini telah diuji dalam uji acak terkendali, kasus laporan, bilirubin Photobiology, dan pendapat ahli menyarankan bahwa mereka mungkin bermanfaat dan, setidaknya tidak berbahaya.
Medikamentosa Askep ikteri pada Bayi
  • Obat biasanya tidak diberikan pada bayi dengan ikterus neonatus fisiologis.
  • Fenobarbital Dalam kasus tertentu, fenobarbital, sebuah induser metabolisme hepatik bilirubin, telah digunakan untuk meningkatkan metabolisme bilirubin. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa fenobarbital efektif dalam mengurangi rata-rata nilai bilirubin serum selama minggu pertama kehidupan. Fenobarbital dapat diberikan sebelum lahir pada ibu atau postnatal pada bayi.
  • Dalam populasi di mana kejadian ikterus neonatal atau kernikterus tinggi, jenis pengobatan farmakologis dapat menjadi pertimbangan. Namun, kekhawatiran mengelilingi efek jangka panjang dari fenobarbital. Oleh karena itu, pengobatan ini mungkin tidak dibenarkan dalam populasi dengan insiden penyakit kuning neonatal yang rendah. Obat lain dapat menyebabkan metabolisme bilirubin, tetapi kurangnya data keamanan yang memadai mencegah penggunaan mereka di luar protokol penelitian.
  • Imunoglobulin intravena (IVIG) pada 500 mg / kg telah terbukti secara signifikan mengurangi kebutuhan untuk transfusi tukar pada bayi dengan penyakit hemolitik isoimmune. Mekanisme ini tidak diketahui tetapi mungkin berkaitan dengan cara menangani sistem kekebalan sel-sel merah yang memiliki telah dilapisi dengan antibodi. Meski data terbatas, tetapi pemberian imunoglobulin dilaporkan mengurangi resiko untuk transfusi tukar.
  • Metal mesoporphyrins dan protoporphyrins Sebuah terapi baru saat ini sedang dikembangkan meliputi penghambatan produksi bilirubin melalui penyumbatan heme oxygenase. Hal ini dapat dicapai melalui penggunaan metal mesoporphyrinsdan protoporphyrins. Ternyata, heme dapat langsung dibuang melalui empedu, dengan demikian, penghambatan heme oxygenase tidak mengakibatkan akumulasi heme yang belum diproses. Pendekatan ini hampir dapat menghilangkan penyakit kuning neonatal sebagai masalah klinis. Namun, sebelum pengobatan dapat diterapkan pada skala luas, pertanyaan penting tentang keamanan jangka panjang dari obat tersebut harus dijawab. Juga, mengingat data yang menunjukkan bahwa bilirubin mungkin memainkan peran penting sebagai pemadam radikal bebas, pemahaman yang lebih lengkap dari peran ini diduga untuk bilirubin diperlukan sebelum penghambatan produksinya

 Pencegahan Askep ikteri pada Bayi
  • Pencegahan penyakit kuning neonatal parah yang terbaik dicapai melalui perhatian terhadap status risiko bayi sebelum pulang dari rumah sakit lahir, melalui pendidikan orang tua, dan melalui perencanaan yang matang dari postdischarge tindak lanjut.
  • Sebuah predischarge bilirubin pengukuran, diperoleh dengan pengukuran transkutan atau serum dan diplot menjadi nomogram jam tertentu, telah terbukti menjadi alat yang berguna pada bayi yang membedakan dengan risiko rendah kemudian mengembangkan nilai-nilai tinggi bilirubin.
  • Faktor risiko klinis termasuk usia kehamilan kurang dari 38 minggu, penggunaan oksitosin atau vakum pada saat persalinan, pemberian ASI eksklusif, saudara yang lebih tua dengan penyakit kuning neonatal yang dibutuhkan fototerapi, kenaikan ≥ 6 mg / dL / hari (≥ 100 μ mol / L / hari) secara total kadar bilirubin serum, dan hematoma atau memar yang luas. Berat lahir juga berhubungan dengan risiko pengembangan penyakit kuning yang signifikan; semakin tinggi berat lahir, semakin tinggi risiko.
Manifestasi Klinis Askep ikteri pada Bayi
  • Kulit, mukosa dan konjungtiva kuning.
  • Biasanya, presentasi adalah pada hari kedua atau ketiga kehidupan.
    Penyakit kuning yang terlihat selama 24 jam pertama kehidupan mungkin akan nonphysiologic; evaluasi lebih lanjut disarankan.
  • Bayi dengan penyakit kuning setelah 3-4 hari hidup juga mungkin memerlukan pengawasan yang lebih ketat dan pemantauan.
  • Pada bayi dengan penyakit kuning yang parah atau penyakit kuning yang terus di luar 1-2 minggu pertama kehidupan, hasil dari layar metabolik baru lahir harus diperiksa untuk hipotiroidisme galaktosemia dan kongenital, riwayat keluarga harus dieksplorasi lebih lanjut (lihat di bawah), kurva berat badan bayi harus dievaluasi, tayangan ibu sejauh kecukupan ASI harus diperoleh, dan warna tinja harus dinilai.
Riwayat keluarga Askep ikteri pada Bayi 
  • Sebelumnya saudara kandung dengan penyakit kuning pada periode neonatal, pengobatan terutama jika penyakit kuning diperlukan
  • Anggota keluarga dengan penyakit kuning atau sejarah keluarga yang dikenal sindrom Gilbert
  • Anemia, splenektomi, atau batu empedu pada anggota keluarga atau faktor keturunan dikenal untuk gangguan hemolitik
  • Penyakit hati

Riwayat kehamilan dan persalinan:
  • penyakit sugestif dari infeksi virus atau lainnya
  • asupan obat ibu
  • tertundanya pengikatan plasenta
  • lahir trauma dengan memar
Riwayat Postnatal
  • Kehilangan warna tinja
  • Gangguan imaturitas saluran cerna
  • Menyusui
  • Penurunan berat badan kurang rata-rata
  • Gejala atau tanda hipotiroidisme
  • Gejala atau tanda-tanda penyakit metabolik (misalnya, galaktosemia)
  • Paparan gizi orangtua
Pemeriksaan tambahan dapat diindikasikan dalam situasi berikut Askep ikteri pada Bayi:
Ø  Bayi dengan penyakit kuning pada hari pertama atau setelah hari ketiga kehidupan
Ø  Bayi yang mengalami anemia saat kelahiran
Ø  Bayi sakit
Ø  Tingkat bilirubin serum yang meningkat cukup untuk memicu pengobatan
Ø  kuning yang signifikan tetap ada setelah 2 minggu pertama kehidupan
Ø  Riwayat keluarga, ibu, kehamilan, menunjukkan kemungkinan proses patologis
Ø  Pemeriksaan fisik mengungkapkan temuan bukan faktor hiperbilirubinemia fisiologis sederhana.
Ø  Hepatosplenomegali, petechiae, dan mikrosefali mungkin berhubungan dengan anemia hemolitik, sepsis, dan infeksi bawaan dan harus memicu evaluasi diagnostik diarahkan diagnosa ini. Ikterus neonatal dapat diperburuk dalam situasi ini.

Komentar